Organisasi Red Sea Afar Democratic Organisation (RSADO) kembali menjadi sorotan setelah menggelar konferensi publik pada 13 Juli di Semera-Logia, ibu kota negara bagian Afar, Ethiopia.
Konferensi ini diselenggarakan sebagai bagian dari agenda politik RSADO, sebuah kelompok politik dan pemberontak yang berbasis di Ethiopia dan menentang rezim Eritrea.
Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan setelah konferensi, RSADO menegaskan komitmennya untuk melanjutkan apa yang disebutnya “perjuangan politik dan militer,” hingga tujuan mereka tercapai.
RSADO menekankan bahwa perjuangan ini akan dilakukan dengan pengorbanan dan keteguhan. Organisasi ini menegaskan tidak akan mundur hingga target politiknya terpenuhi.
Konferensi ini melibatkan berbagai asosiasi masyarakat, termasuk asosiasi pemuda, perempuan, dan kelompok sipil lainnya, yang turut mendukung agenda perjuangan RSADO.
Dalam pernyataannya, RSADO menyebut konferensi ini sebagai “Red Sea Afar People’s General Conference” yang sukses diselenggarakan dan melibatkan partisipasi luas masyarakat Afar.
Kelompok ini mengeluarkan enam poin pernyataan yang menegaskan bahwa perjuangan mereka akan berlanjut hingga rezim Eritrea, yang dipimpin oleh People’s Front for Democracy and Justice (PFDJ), dibubarkan.
RSADO menekankan hak rakyat Red Sea Afar atas penentuan nasib sendiri, termasuk opsi pemisahan diri, sebagai bagian dari tuntutan utama mereka.
Sejak kemerdekaan Eritrea, RSADO menilai rezim PFDJ telah melakukan banyak ketidakadilan dan kekejaman terhadap rakyat Red Sea Afar.
Kelompok ini menuduh pemerintah Eritrea melanggar hak-hak yang diakui di bawah Piagam Uni Afrika, khususnya hak-hak yang tercantum dalam Pasal 1 hingga 25.
RSADO menggambarkan tindakan rezim Eritrea sebagai penindasan dan ketidakadilan yang kejam, yang terus menekan rakyat Red Sea Afar sejak awal kemerdekaan.
Pernyataan RSADO menunjukkan bahwa konflik etnis dan politik di wilayah Afar tetap menjadi isu serius bagi stabilitas regional di Tanduk Afrika.
Keberadaan RSADO di Ethiopia menunjukkan keterkaitan lintas-batas, karena kelompok ini menolak kebijakan Eritrea sekaligus memanfaatkan wilayah Ethiopia sebagai basis operasional.
Konferensi ini juga memperkuat posisi masyarakat Afar dalam percaturan geopolitik antara Ethiopia, Eritrea, dan Djibouti.
RSADO menegaskan perjuangan mereka bukan hanya politik, tetapi juga militer, menandakan kesiapan mereka untuk mempertahankan tuntutan secara nyata.
Kelompok ini juga menekankan pentingnya kesadaran kolektif masyarakat Afar atas hak-hak mereka, termasuk hak atas sumber daya dan otonomi politik.
Poin-poin pernyataan RSADO memperlihatkan strategi panjang organisasi ini untuk menekan rezim Eritrea agar mengakui hak-hak rakyat Afar secara penuh.
Diplomasi Ethiopia-Djibouti yang tengah berlangsung turut menjadi latar belakang penting bagi posisi RSADO, mengingat wilayah Afar berada di perbatasan strategis kedua negara.
Para analis menilai bahwa pertemuan RSADO ini memiliki implikasi tidak hanya bagi Eritrea, tetapi juga bagi ambisi Ethiopia dalam memperkuat akses ke Laut Merah.
Kesimpulannya, RSADO menegaskan bahwa perjuangan rakyat Red Sea Afar akan terus berlangsung hingga keadilan dan hak penentuan nasib sendiri tercapai, mencerminkan ketegangan regional yang kompleks.
Tangan Ethiopia di Eritrea
Ethiopia kemungkinan akan memanfaatkan posisi RSADO sebagai alat tekanan terhadap Eritrea. Kelompok ini, yang berbasis di Ethiopia dan menentang rezim Eritrea, memiliki tujuan politik dan militer yang selaras dengan kepentingan Addis Ababa dalam menyeimbangkan kekuatan regional.
Dengan dukungan atau toleransi terhadap aktivitas RSADO, Ethiopia dapat menekan Eritrea tanpa harus terlibat langsung dalam konflik bersenjata. Hal ini memberi Addis Ababa leverage diplomatik sekaligus strategi tekanan non-militer.
Posisi geografis RSADO di wilayah Afar, yang berbatasan dengan Eritrea dan dekat dengan Laut Merah, membuat kelompok ini strategis bagi Ethiopia. Addis Ababa dapat memanfaatkan RSADO untuk mempengaruhi akses Eritrea ke wilayah pesisir dan jalur perdagangan Laut Merah.
Namun, langkah ini juga mengandung risiko. Dukungan Ethiopia terhadap kelompok pemberontak dapat meningkatkan ketegangan bilateral, memicu konflik terbuka, dan berdampak pada stabilitas kawasan Tanduk Afrika.
Secara keseluruhan, penggunaan RSADO sebagai instrumen tekanan terhadap Eritrea kemungkinan akan menjadi bagian dari strategi geopolitik Ethiopia, terutama terkait posisi strategis di Laut Merah dan perimbangan kekuatan regional.
Tangan Eritrea di Ethiopia dan Somalia
Eritrea adalah negara yang secara resmi dituduh oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendukung kelompok militan Al-Shabaab di Somalia. Pada Desember 2009, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1907 yang memberlakukan sanksi terhadap Eritrea karena diduga memberikan dukungan militer dan finansial kepada kelompok militan di Somalia, termasuk Al-Shabaab.
Laporan-laporan dari Kelompok Pemantau Internasional PBB pada tahun 2010 dan 2011 menyebutkan bahwa Eritrea memberikan dukungan finansial sebesar sekitar $80.000 per bulan dan melakukan pengiriman senjata melalui udara ke kelompok militan di Somalia. Namun, pemerintah Eritrea membantah tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai "rekayasa, tidak berdasar, dan tidak benar".
Meskipun ada laporan yang menunjukkan kemungkinan dukungan dari Eritrea kepada Al-Shabaab, bukti langsung yang mengonfirmasi keterlibatan Eritrea dalam mendukung Al-Shabaab masih terbatas dan kontroversial. Beberapa laporan PBB kemudian menyatakan bahwa tidak ada bukti dukungan langsung dari Eritrea kepada Al-Shabaab dalam periode waktu tertentu.
Selain Eritrea, negara-negara seperti Ethiopia dan Somalia juga terlibat dalam dinamika regional yang memengaruhi situasi di Somalia. Misalnya, Ethiopia memiliki pasukan yang ditempatkan di Somalia sebagai bagian dari misi perdamaian Uni Afrika untuk melawan Al-Shabaab. Namun, ketegangan antara Ethiopia dan Somalia terkait dengan perjanjian pelabuhan dengan Somaliland dapat memengaruhi upaya bersama dalam melawan Al-Shabaab.
Baca selanjutnya
0 comments:
Post a Comment