Tuesday, September 2, 2025

Kisah Abu Akl Kikel, Komandan Opportunis Sudan

Abu Akl Kikel muncul sebagai sosok kontroversial di Sudan, dikenal karena kemampuannya berpindah-pindah dukungan layaknya tim sukses pemilu. Video dokumenter terbaru menyoroti perjalanan karier Kikel dari pedagang biasa hingga menjadi figur militer yang penuh intrik.

Kikel lahir di Al-Kahli Zaydan, timur laut Madani, dan tidak menyelesaikan pendidikan formalnya. Ia memulai karier di dunia perdagangan, termasuk jual-beli parfum dan penyelundupan senjata. Latar belakang ini membentuk karakter pragmatisnya.

Awal karier militernya ditandai dengan pendirian beberapa organisasi, antara lain "Minbar Al-Batanah Al-Hurr" dan "Diraa Al-Batanah," yang kemudian berganti nama menjadi "Diraa Al-Sudan." Organisasi ini menjadi basis awal pengaruhnya di wilayah lokal.

Kikel membentuk pasukan media dari pemuda Al-Batanah dan berencana menggelar parade militer, namun rencananya ditolak Sheikh Ahmed Mohammed Hamad Abu Sunn. Penolakan ini menandai awal konflik internal di komunitasnya.

Ia mengklaim mendapat dukungan langsung dari Jenderal Al-Burhan yang memberikannya 5.000 nomor militer. Dukungan ini sempat menguatkan posisinya, meski kemudian hubungan ini memicu kemarahan Al-Burhan.

Setelah mendapat penolakan dari para pemimpin suku, Kikel bertemu dengan intelijen militer. Pertemuan ini membuat posisinya di mata Al-Burhan semakin rapuh, memicu gesekan dengan tokoh-tokoh militer utama Sudan.

Tidak lama kemudian, Kikel beralih ke Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pimpinan Hameti. Ia menyatakan dukungan terhadap perjanjian kerangka kerja, langkah yang mengikis basis pendukung awalnya dan menimbulkan kritik tajam.

Awalnya, kelompok yang dibentuk Kikel menyatakan loyalitasnya kepada Angkatan Darat Sudan (SAF). Namun, Kikel sendiri tetap bungkam hingga membuat pernyataan ambigu yang menimbulkan spekulasi.

Dalam perkembangan berikutnya, Kikel membelot dari SAF dan bergabung dengan milisi Janjaweed. Ia memimpin operasi perampokan, penjarahan, dan serangan di wilayah Al-Jazirah, memperlihatkan sisi oportunisnya.

Kemajuan SAF membuat Kikel merasa terpojok. Ia akhirnya memutuskan menyerahkan diri, menandai akhir dari salah satu fase paling kontroversial dalam karier militernya.

Karakter Kikel digambarkan pragmatis dan oportunis. Ia memanfaatkan kekacauan politik dan militer Sudan untuk keuntungan pribadi, termasuk memperluas pengaruh melalui jaringan kriminal dan narapidana.

Kikel juga dikenal karena kemampuan mengumpulkan kekayaan dari aktivitas ilegal, termasuk penjarahan, yang kemudian diinvestasikan di bidang pertambangan emas dan properti, bahkan hingga luar negeri.

Pengaruhnya diperkuat oleh empat orang kunci, saudara laki-lakinya Yusuf, dan mantan tukang cukur Adel Karkawi yang menjadi kepala intelijen. Struktur ini memperlihatkan kecerdasannya dalam membangun jaringan loyalitas.

Fenomena Kikel mencerminkan kelemahan institusi Sudan. Ia bukan sekadar individu, melainkan simbol kerentanan negara dan kekosongan politik yang memungkinkan figur oportunis meraih kekuasaan.

Menurut pernyataan militer Sudan, seorang komandan RSF dari El Gezira, Abuagla Keikal, membelot bersama beberapa pasukannya. Ini menjadi langkah pertama oleh figur senior sejak konflik dua pihak berlangsung lebih dari 18 bulan.

Foto-foto yang diunggah pendukung SAF menunjukkan Keikal setelah membelot, sementara RSF menuduhnya melakukan pembelotan melalui "kesepakatan," dan mengklaim menimbulkan kerugian pada pasukan yang ikut membelot.

SAF menyatakan Keikal membelot karena agenda destruktif RSF. Tidak ada komentar langsung dari Keikal, yang sebelumnya bertugas sebagai perwira intelijen sebelum perang pecah.

Konflik antara SAF dan RSF telah menimbulkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dengan lebih dari 10 juta orang mengungsi, kelaparan ekstrem, dan campur tangan kekuatan asing mendukung kedua pihak.

Perang pecah pada April 2023, ketika ketegangan antara RSF dan SAF, yang sebelumnya berbagi kekuasaan pasca-kudeta 2021, berubah menjadi konfrontasi terbuka. Konflik ini menandai ketidakstabilan berkelanjutan pasca-revolusi Sudan.

Film dokumenter ini menyimpulkan Kikel bukan sekadar komandan oportunis, tetapi juga cerminan ketidakpastian politik Sudan. Ia menimbulkan pertanyaan apakah ia pahlawan yang terpaksa atau pengkhianat pragmatis.

Kisah Abu Akl Kikel menunjukkan bahwa di tengah kekacauan Sudan, figur oportunis mampu memanfaatkan situasi, bergerak antara SAF dan RSF, dan menciptakan fenomena yang mengguncang tatanan militer serta politik negara.

Kisah Mirip di Suriah

Abu Akl Kikel memang menunjukkan pola yang mirip dengan beberapa figur militer oportunis di kawasan konflik lain, seperti Ahmed Al Oudeh di Daraa dan Rashid Abu Khawla di SDF Kurdi. Ketiganya dikenal karena fleksibilitas politik dan militer yang tinggi, mampu berpindah dukungan sesuai situasi untuk mempertahankan posisi atau keuntungan pribadi. Abu Akl misalnya beralih antara SAF, RSF, dan milisi Janjaweed, serupa dengan cara Al Oudeh di Daraa menyeimbangkan aliansi antara pemerintah Suriah dan kelompok lokal bersenjata.

Ahmed Al Oudeh di Daraa juga dikenal sebagai komandan yang pragmatis, awalnya bagian FSA, lalu pindah haluan mendukung Assad dan kemudian pindha ke pihak Rusia. Ia membangun basis lokal yang kuat melalui jaringan loyalitas suku dan milisi, kemudian menyesuaikan dukungan politik dengan kekuatan yang sedang dominan. Seperti Kikel, Al Oudeh menggunakan posisi strategisnya untuk memaksimalkan pengaruhnya, sekaligus melindungi kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Rashid Abu Khawla di SDF Kurdi menampilkan pola serupa di Suriah timur. Ia awalnya berada di bawah FSA lalu pindah ke SDF, tetapi manuver politik dan militer yang fleksibel membuatnya dapat mempertahankan posisi sekaligus memperluas jaringan kekuasaan. Abu Khawla juga memanfaatkan ketegangan internal dan konflik antarfaksi untuk mengamankan sumber daya, mirip dengan cara Kikel memanfaatkan kekacauan Sudan.

Kesamaan ketiga figur ini terlihat pada cara mereka memanfaatkan kekacauan politik dan militer untuk keuntungan pribadi, tanpa terlalu terikat pada loyalitas institusi formal. Mereka cenderung pragmatis dan oportunis, menempatkan kepentingan strategis di atas pertimbangan ideologis, sehingga sering muncul kritik dan tuduhan pengkhianatan dari kelompok lawan maupun pendukung lama.

Namun, konteks lokal tetap membedakan ketiganya. Abu Akl beroperasi di tengah perang Sudan yang brutal dan krisis kemanusiaan yang parah, sedangkan Al Oudeh dan Abu Khawla beroperasi dalam konflik Suriah yang melibatkan campur tangan internasional lebih kompleks. Meski demikian, inti perilaku mereka—fleksibilitas, oportunisme, dan manipulasi loyalitas—menjadi benang merah yang menghubungkan ketiganya.


0 comments:

Miliarder Batak

Berita Tarutung

Daftar Restoran dan Hotel Batak

Pesantren Berbagi

Lowongan

Artis dan Nasyid Daerah

TSCFWA

PESANTREN ANTARIKSA

ACDI

Biak Spaceport

CAR&AUTOnews

Falak dan Antariksa

Space Tourism

BARUSNews